Cari Blog Ini

Selasa, 13 Desember 2016

Apakah Aku yang Terlalu Perasa?

Apakah Aku yang Terlalu Perasa?

.
Kau tahu terkadang aku merasa menjadi seseorang yang begitu tidak warasnya, bahkan untuk menghirup molekul diatomik milik unsur oksigen pun kadang terasa sangat menyesakkan. Kau tahu bagaimana rasanya menjadi seseorang tanpa keberanian? Aih, mungkin kau tak pernah merasakannya. Tapi jika kau mau merasakannya maka jadilah diriku dan temui dirimu. Nanti kau akan merasakan bagaimana luluh lantahnya keberanian yang telah kubangun sebelumnya untuk menemuimu. Seakan-akan aku kehilangan semua kata yang telah kurangkai sebelumnya, kehilangan suara, dan kehilangan logikaku saat melihatmu. Kau tahu? Nyatanya selengkung senyummu adalah sebuah hal yang indah sehingga mampu memenuhi semua memori dalam kepalaku. Mungkinkah kau menjadi anugerah yang akan kumiliki?
.
Apa aku harus mengakui sesuatu padamu? Tentang senyuman yang begitu memesona, tentang rasa yang mulai kuterka-terka, tentangmu yang selalu ada dalam untaian doaku yang merangkai hingga ke lazuardi. Aih, kupikir kau tidaklah peka dengan apa yang kurasakan. Baiklah aku mengakui bahwasanya aku cemburu pada setiap bait puisi yang kau tulis, bisa-bisanya dia lebih mengerti curahan perasaan milikmu, sedangkan aku saja tak mampu menerka setiap aksaramu. Aku juga cemburu pada setiap tokoh yang ada dalam setiap ceritamu. Kau tahu mengapa? Karena dia mampu menghidupkan setiap pucuk rasa dalam ranting hatimu. Aku cemburu pada angin yang selalu kau ajak bercanda saat senja tiba diperaduannya, juga pada matahari yang bersemu kemerahan karena kau goda dengan bualanmu. 
.
Kurasa kau terlalu jatuh hati pada setiap karakter yang kau buat dan kau hidupkan dalam imajinasimu. Tunggu, tapi apa hakku untuk berkata semua itu padamu? Bahkan mungkin aku bukanlah seseorang yang menjadi bagian dalam hidupmu. Siapa aku? Aku adalah orang asing atau sesuatu yang sedikit penting dalam hidupmu? Aih sudahlah lebih baik sekarang kau katakan padaku. Apa aku menjadi seseorang yang terlalu perasa karenamu, hingga kertas dan pena yang menemanimu saja sampai kucemburui? Lantas aku ini siapa dalam hidupmu? Kau tahu bukan aku sudah banyak mendiagnosa tentang aku dalam hidumu, apa kau tak mau memberikan jawaban?
.
Kupikir aku adalah manusia tanpa logika saat ini. Bisa-bisanya aku mengatakan sesuatu yang seperti itu padamu, Matahari Senja. 
.
Yogyakarta, 14 Desember 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar