Cari Blog Ini

Kamis, 29 Desember 2016

Antara Ja(t)uh, Rindu dan Uranium




Antara Ja(t)uh, Rindu dan Uranium
Oleh: Pety Rahmalina

Sampai saat aku melihat mu lagi, aku ingin mengucapkan beberapa kata dengan lancar di hadapanmu. Tapi aku tidak yakin bisa melakukannya. Kau tahu? Bahkan diri ini saja beku di hadap mu, juga aksara dan kekata lenyap dalam benakku. Kau tahu? Saat diri ja(t)uh pada jarak yang terbentang, rindu itu selalu kutikam. Tak mudah menikam rasa rindu yang selalu hadir menemani ku. Eh, jika suatu saat kita bertemu dan aku berkata bahwa pertemuan akan membunuh rasa rindu. Maka aku akan menyalahkan mu, karena setelah pertemuan itu rindu beramitosis menjadi beberapa kali lipat setiap detiknya. Kau tahu? Rasa rindu itu seperti Uranium dengan reaksi fisi yang terus melepaskan neutron yang tak terhingga. Begitu pun rindu yang berkembang menjadi luapan rasa yang memenuhi ruang dalam hati pada setiap waktunya. 
Hai kamu, kadang aku takut tidak bisa mengendalikan rindu sehingga ia akan meledak dan melukai. Ia memancarkan radiasi rasa yang tak bisa ku kendalikan. Mungkin aku harus membuat reaktor dalam hatiku ya? Seperti Uranium dalam reaktor nuklir yang dikendalikan. Ehm, kurasa aku harus bisa menata setiap rindu. Jangan ragu, aku memang bukan pengendali udara, tanah, air atau pun api. Tapi aku harus bisa mengendalikan hati atas semua rindu yang tertuju padamu. Dalam rangkaian doa yang mengangkasa semoga setiap lipatan doa sampai padamu. Karena hanya doa yang akan sampai ke mana dan pada siapa saja. Entah dalam berapa waktu. Karena nyatanya aku tak tahu ke mana tulisan ini tertuju? Pada kamu yang aku pun tak tahu. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar