Turunan Alkana dalam (R)asa
Oleh: Pety Rahmalina
Apa
aku harus menjadi senyawa Alkanol (R—OH), seperti etanol (CH3-CH2-OH) yang bisa dipakai untuk membersihkan luka dan
mensterilkannya? Agar aku mampu membersihkan lara yang mendera jiwa sehingga
takkan teinfeksi dan membuatnya semakin parah lagi. Jangan lupakan tentang luka-luka
hati yang mungkin saja kian hitam—melebam karena pernah terbang terlalu tinggi
lalu terhempas begitu saja, juga debu-debu kecil atau zat mikromolekul yang
semakin membuatnya keruh, jenuh dan rentan terinfeksi.
Katakan!
Apa aku harus menjadi senyawa Alkanol yang dapat digunakan untuk membersihkan
luka? Entah lukamu, lukanya, atau justru lukaku sendiri.
***
Apa
aku harus menjadi senyawa Alkoksialkana (R—O—R’), seperti dietil eter/etoksi
etana (C2H5-O-C2H5) sebagai salah satu zat anestesi? Agar semua rasa nyeri yang
menguar di sekujur hati dengan luka ini tak dapat terasa lagi pedihnya. Jadi
tak perlulah diri ini menjerit serta menangis pilu karena lara tak lagi terasa.
Tak perlu juga ada teriakan-teriakan kesakitan dari setiap hati dan jiwa yang
terluka.
Katakan!
Apa aku harus menjadi senyawa Alkosialkana yang dapat meredakan atau bahkan
menghilangkan rasa sakit, nyeri karena luka dan lara? Entah untuk nyeri yang
kau rasa, kurasa, ataupun yang ia rasakan.
***
Apa
aku harus menjadi senyawa Aldehida
(Alkanal), seperti formaldehida yang digunakan sebagai bahan dasar perekat
(lem)? Agar mampu menyatukan setiap retakan, serpihan, serta potongan hati yang
tak satu agar menyatu lagi atau setidaknya merekatkan setiap sisinya yang
hancur—agar mampu menjadi sepotong hati yang baru walau sudah tak seperti dulu lagi.
Jangan lupakan setiap benang yang terputus karena keegoisan, pintalan syal
silaturahmi yang tak lagi terpintal karenanya. Apa tak bisa disambungkan, walau
bukan dengan tujuan dan perasaan yang sama? Setidaknya hanya untuk menjaga
ikatan baik antar sesama manusia.
Katakan!
Apa aku harus menjadi senyawa Aldehida yang dapat merekatkan setiap retakan yang
ada? Entah retakan milikmu, miliknya, atau milikku.
***
Apa
aku harus menjadi senyawa Keton (Alkanon), seperti aseton yang dapat digunakan
sebagai pelarut. Sehingga aku dapat melarutkan setiap kebencian yang mungkin
terselip dalam setiap pertemuan pada untaian doa yang mengangkasa. Setidaknya
jika tak bisa terlarut sepenuhnya, rasa itu akan terkikis sedikit demi sedikit
hingga tak sebesar rasa benci yang terasa sebelumnya.
Katakan!
Apa aku harus menjadi senyawa Keton yang dapat melarutkan—setiap kerak-kerak
kebencian yang entah kau rasa, dia rasa, ataupun kurasa.
***
Apa
aku harus menjadi senyawa Asam Alkanat, seperti asam asetat sebagai zat warna.
Sehingga aku dapat memberikan sedikit warna di antara garis abu-abu yang ada.
Membuatnya tak terlihat begitu kelabu dalam hal yang terlampau abstrak.
Katakan!
Apa aku harus menjadi senyawa Asam Alkanat yang dapat memberikan sedikit warna
dalam garis abu-abu yang entah milikmu, miliknya atau justru milikku sendiri?
***
Apa
aku harus menjadi senyawa Ester (Akil Alkanat) seperti amil asetat, amil
valerat, amil butirat, dan propil asetat yang dapat memberikan aroma sebagai
penambah rasa agar tak hambar. Sehingga aku dapat memberikan sedikit rasa yang
kurasakan agar semuanya tak terasa hambar, karena aku terlalu perasa dan tidak
denganmu.
Katakan!
Apa aku harus menjadi senyawa Ester yang dapat menambahmu, dia ataupun aku
menjadi lebih perasa lagi.
***
Apa
aku harus menjadi senyawa Haloalkana, seperti CFC yang dapat menjadi pendingin
ruangan. Sehingga kehadiranku dapat memberikan kesejukan.
Katakan!
Apa aku harus menjadi senyawa Haloalkana yang dapat memberikan kesejukan
untukmu, untuknya atau untukku sendiri. Ah tapi jangan kau pikir aku akan
seperti CFC yang akan merusak lapisan ozon. Tentu saja aku tak ingin memiliki
sifatnya yang merusak itu. Aku hanya ingin mendapatkan kesejukannya saja :D
***
Jadi,
bagaimana? Aku harus seperti apa? Nyatanya jika aku terus berkata dan berteriak
kepadamu tentang khayalanku yang mengaitkan turunan Alkana di dalamnya. Mungkin
kau takkan pernah berkata ataupun menanggapi sesekata pun. Kau masihlah sosok
imajiner yang kubangun dalam nyata. Entah kau ada pada jarak sejauh apa? Apakah
jarak itu seperti bumi dan bulan atau hanya beberapa langkah saja untuk sampai
padamu yang entah siapa. Nyatanya tak ada sesiapa detik ini—dalam ruang kecil
yang kau sebut sepotong hati, aku masih terpekur sendiri. Jika kau merasa
tulisanku sedikit tertuju padamu—entah kapanpun itu. Mungkin ini adalah sedikit
kegilaan yang telah kubuat. Saat rasa dalam hatimu menghilangkan akalmu,
sesuatu yang berbeda akan mengguncang dan meruntuhkan logikamu.